RELEVANSI KONSEP DIRI SAUL DALAM KEPEMIMPINAN GEREJA MASA KINI (bag.1)
(Pdt. Dr. Yonathan Salmon Ngesthi, MA.,M.Pd.)
Pengantar
Saul, raja pertama umat Israel, mengalami pengalaman hidup yang tragis. Bukan saja dia telah ditolak Allah sebagai raja, melainkan juga dia telah ditinggalkan Roh-Nya, yang menyebabkan dia sering diganggu oleh roh jahat atas kehendak Allah, dan bahkan hidupnya diakhiri dengan kematian bunuh diri. Padahal Allah-lah yang menyuruh Samuel mengurapi dia menjadi raja, namun Allah pula yang menolaknya sebagai raja. Pernyataan ini tidak bermaksud mengatakan bahwa Allah itu jahat atau tidak adil. Yang hendak disimak dari kasus ini adalah mengapa sampai Tuhan bertindak demikian kepada Saul? Atau ada apa dengan konsep diri Saul yang menyebabkan Allah menolak dan meninggalkan dia? Lalu apa maknanya bagi kepemimpinan gereja masa kini?.
Barangkali pernah timbul pertanyaan dalam diri kita demikian: “Mengapa raja Saul hanya dengan berbuat dosa yang kecil (mempersembahkan korban yang bukan haknya, melainkan hak imam) mengakibatkan penolakan Allah terhadap dirinya sebagai raja, sedangkan raja Daud dengan dosa besar (berzinah dengan Batsyeba dan kemudian mengatur terbunuhnya Uria, suami Batsyeba di pertempuran), mendapat pengampunan dari Tuhan ? Tampaknya Allah tidak adil dalam perkara ini. Memang sepintas kelihatannya raja Saul lebih kecil dosanya dibandingkan dengan dosa Daud. Namun jika diselidiki secara cermat, akan tampak bahwa dosa Saul itu sangat berat juga. Dan yang terutama bagi Allah bukan perkara besar atau kecil, melainkan sikap hati orang yang berdosa.
Empat Dosa Saul Yang Utama
Dalam seluruh kehidupan Saul, ada empat dosa utama yang dilakukannya, tiga di antaranya menyebabkan dia ditolak sebagai raja Dosa pertama dicatat 1 Samuel pasal 13, dua tahun setelah dia menjadi raja. Di bawah ini dikutip sikap dan percakapannya dengan Samuel berkenaaan dengan dosanya yang pertama.
“Baru saja dia habis mempersembahkan korban bakaran, maka tampaklah Samuel datang. Saul pergi menyongsongnya untuk memberi salam kepadanya. Tetapi kata Samuel :”Apa yang telah kau perbuat?” Jawab Saul: “Karena aku melihat rakyat itu berserak-serak meninggalkan aku dan engkau tidak datang pada waktu yang telah ditentukan, pada hal orang Filistin telah berkumpul di Mikhmas, maka pikirku: Sebentar lagi orang Filistin akan menyerang aku di Gilgal, padahal aku belum memohonkan belas kasihan Tuhan: sebab itu aku memberanikan diri, lalu mempersembahkan korban bakaran (1 Sam. 13:10-12)”.
Menurut Taurat
Menurut Taurat, jika umat Israel hendak berperang, mereka harus mempersembahkan terlebih dahulu kepada Tuhan korban bakaran dan korban keselamatan. Dan orang yang berhak melakukan itu sesuai dengan ketetapan Tuhan sejak zaman Musa, adalah para imam. Ketentuan mempersembahkan korban ini mempakan pertanda bahwa peperangan itu sendiri adalah perang TUHAN (YHWH). Peperangan sejenis ini kudus, sebab Tuhanlah yang sesungguhnya berperang melalui hamba-Nya umat Israel. Tetapi raja Saul dengan sengaja melanggar peraturan itu, dia dengan terlalu berani mempersembahkan korban itu di hadapan Tuhan. Kita dapat memastikan bahwa dia dengan sengaja berbuat demikian berdasarkan perkataan Samuel (1 Sam 13:13). Di samping itu, sebagai umat Israel dan sebagai seorang raja, dia pasti telah tahu peraturan itu.
Inilah Dosa Pertama
Inilah dosa pertama yang dilakukan Saul. Saul sengaja melanggar perintah Tuhan karena takutnya kepada musuh-musuhnya. Dia tidak sepenuhnya bersandar kepada Tuhan ketika ancaman datang, sebaliknya dia bersandar kepada kekuatan tentaranya. Akibat dari dosa ini, Allah menolak Saul meneruskan kerajaannya kepada anaknya.
Dosa Yang Kedua
Lalu Dosa kedua Saul adalah ketidaktaatannya kepada perintah Tuhan karena takutnya kepada tentaranya sendiri (1 Sam 15). Dosa ini dilakukan ketika Saul telah kira-kira dua puluh tahun menduduki takhta kerajaan. Ketika umat Israel masih di padang gurun, Allah telah berfirman agar bangsa Amalek dihapuskan dari muka bumi (Kel. 17:14-16; Ul.25:17-19). Kinilah saatnya, melalui Saul, firman Tuhan itu hendak digenapi (1 Sam. 15:3). Tetapi ternyata Saul melanggar firman Tuhan itu, dia tidak membinasakan semua bangsa Amalek. Rajanya yang bernama Agag dibiarkan hidup oleh Saul. Selain itu, Saul juga melawan perintah Tuhan dengan mengambil kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik milik bangsa Amalek itu. Sementara kambing domba dan lembu-lembu yang jelek dibinasakan. Padahal Tuhan telah berfirman agar semua ternak dan manusia dipunahkan.
Lalu ketika melihat Samuel datang, Saul menyambut Samuel seolah-olah dia tidak berbuat dosa apapun. Seyogianya Saul langsung mengakui dosanya, malah sebaliknya dengan penuh kemunafikan berkata :”Diberkatilah kiranya engkau oleh Tuhan, aku telah melaksanakan firman Tuhan” Jikalau dosa pertama saja belum diakui, bagaimana mungkin dosa kedua dapat diakui di muka umum? Hati nurani Saul sudah semakin menebal dan kebal terhadap dosa. Akibat dari dosa ini, Allah telah menolak Saul menjadi raja.
Dosa Yang Ketiga
Dosa ketiga Saul adalah pembunuhan 85 orang imam di Nob serta penduduk kota Nob (1 Sam 22:9-23). Pada perbuatan jahat ini, firman Tuhan tidak mengatakan hal ini sebagai dasar penolakan Saul sebagai raja. Mungkin karena tindakan saul dalam hal ini merupakan bagian dari penggenapan nubuatan abdi Allah kepada keluarga Eli.
Dosa Yang Keempat
Dosa keempat Saul adalah perbuatannya yang bertenung di Endor (1 Sam. 28). Perbuatan ini dilakukan setelah Saul menjadi raja 40 tahun. Pada saat itu perang antara Saul dengan bangsa Filistin sedang dimulai. Saul bertanya kepada Tuhan, tetapi Tuhan sama sekali tidak menjawab Saul (1 Sam. 28:5-6). Ada dua sebab Tuhan tidak menjawab Saul. Pertama, Saul telah menolak Tuhan dan firman-Nya dengan tidak bersedia ditegor. Kedua, Tuhan telah menolak Saul menjadi raja. Tuhan telah mengurapi Daud menjadi raja kira-kira 15 tahun yang lalu. Semestinya Daudlah sekarang yang memerintah Israel, tetapi Saul tidak bersedia menyerahkan tampuk kerajaan itu kepada Daud. Karena sudah terbiasa melakukan segala sesuatu dengan sesuka hatinya, maka Saul tidak segan untuk akhirnya bertanya kepada wanita petenung di Endor. Inilah perbuatan paling menjijikkan bagi Tuhan. Akibatnya, Tuhan semakin mempertegas penolakannya menjadi raja (1 Taw. 10:13-14).
Sesungguhnya semua hamba Tuhan pasti pernah berbuat dosa. Tetapi bagi Tuhan, yang terutama adalah pertobatan Hati yang remuk karena menyadari dosa-dosanya di hadapan Tuhan jauh lebih penting dan bermakna dibandingkan segala perbuatan baik dan segala persembahan korban (Mazmur 51:18,19). Dalam seluruh dosa-dosa Saul, tidak satupun yang diakuinya dengan tulus. Hal itu tampak dari tindakannya, sikapnya dan percakapannya dengan Samuel. Inilah sebabnya mengapa Tuhan menolak dia menjadi raja dan membunuh dia!. Kalau dibandingkan dengan raja Daud, sikap Saul ini sangat bertolak belakang. Ketika nabi Natan datang kepada Daud setelah perbuatannya yang jahat kepada Uria dan Batsyeba, sadar bahwa orang jahat yang diilustrasikan nabi Natan adalah dirinya, Daud tanpa dalih apapun langsung mengakui dosanya kepada Tuhan di hadapan nabi Natan. Maka pada saat itu juga Tuhan mengampuni Daud.