MISI PANTEKOSTA DALAM CONTEXT POST-MODERN
(Pdt. Yohanes Praptowarso, Ph.D. – Gembala Sidang GPdI Ungaran, Sekretaris MD Jawa Tengah, Pengajar Sekolah Alkitab)
A. “Post-modern juga menolak dengan tegas apa yang disebut ‘Meta-narrative’
Cerita yang menghubungkan semua bangsa secara global-red – dan semua bentuk sentralitas . . . Tidak ada lagi pusat control yang jelas, jadi artinya tentu perlu ditekankan adanya pluralitas dan pengembangan perbedaan.” Tidak ada satupun doktrin yang dapat menyatukan bersama, tidak ada satupun organisasi yang dapat menyatukan bersama, tidak ada satupun kekuatan yang dapat menyatukan dalam kebersamaan. Kebersamaan dan penyatuan semua masyarakat adalah kemustahilan menurut filosofi post-modern.

B. Post-modern adalah “Relativitas keragaman agama-agama.
Karena realitas yang sesungguhnya tidak dapat dijangkau dan semua yang kita miliki adalah interprestasi-interprestasi dan cerita-cerita, maka penting untuk menerima semua klaim kebenaran dengan sejajar atau equal validitasnya. Toleransi harus ditekankan, karena tidak ada seorangpun yang paling benar . . . iklim mentalitas seperti ini, yang disebut oleh Richard Livingstone sebagai ‘sebuah jaman yang tanpa standar yang jelas’ yang tentunya menyebabkan kebingungan terutama dalam kepercayaan agama.” Karena itu kebenaran global ditolak. Setiap kelompok masyarakat mempunyai kebenaran sendiri – sendiri yang harus dihargai. Kebenaran mutlak menjadi relative. Relativisme adalah ciri utama perkembangan pemikiran post modernism. “Post-modern mendorong bahwa setiap kelompok masyarakat memiliki hak untuk berbicara mewakili mereka sendiri, dengan pengakuan bahwa kebenaran mereka authentic dan terpercaya.” Kesatuan dunia ini menjadi tidak mungkin, dilakukan oleh. System social, seperti demokrasi, juga system agama yang telah gagal, juga pengetahuan yang telah gagal melakukannya. Dunia akan terpecah belah dengan keadaan yang sedang berlangsung saat ini.
C. Post-modern adalah ‘deconstruction’
Dari semua yang terstruktur: James Caputo berkata : “Yesus adalah nabi yang membawa ide deconstruction, pemberita tentang kegilaan Kerajaan Allah yang menantang semua system yang tertutup dan menekan mereka untuk di-konstruksi ulang.” “Inilah tanda-tanda kebenaran: adalah sebuah panggilan kepada kita untuk mematahkan semua yang sama, yang sudah dapat diduga, teridentifikasi, terprogram, supaya kita menyesuaikan dengan apa yang belum pernah, yang tidak mungkin, yang tidak terkostruksi.”
Respon Gereja Pantekosta Terhadap Post-modern
Tentu saja gereja Pantekosta memiliki respon-respon yang penting untuk menghadapi era post-modern ini. Karena kita yakin akan pekerjaan Kuasa Roh Kudus dapat; “mengajar segala sesuatu” kepada gereja-Nya, (Yohanes 14:26). Gereja Pantekosta juga tidak takut menghadapi kemana Roh Allah memimpin kepada situasi apapun yang tidak terduga, baik suka maupun yang dianggap tidak menguntungkan., (Yohanes 3:8).
Respon Terhadap Penolakan Kebenaran dan Obyektivitas
Mari kita mulai dengan karakteristik dari postmodernity yang menyangkal bahwa objectivitas adalah kemustahilan dengan ide non-mechanism understanding of reality. Artinya objectivitas tidak mungkin mencapai kesempurnaan. Karena Post-modern menuntut kesempurnaan bukan sekedar objektivitas. Namun tidak semua teori yang tidak dapat menyajikan kesempurnaan adalah memberikan pengesahan untuk kita tidak memakainya. Contoh: theory statistic untuk menemukan jumlah random tidak pernah dapat menemukan angka random itu secara sempurna. Karena angka random / acak itu tidak menunjukkan hasil yang pasti dan tepat karena bertujuan mendapatkan angka kira-kira atau estimasi. Tetapi kita tidak perlu membuang teori ini.