PANTEKOSTALISME: Keselamatan (Kok) Bisa Hilang?
(Pdt. Dr. Elia Tambunan, S.Th, M.Pd)
Untuk mendahului saja. Yang mau ditekankan pada bagian ini sangat mudah. Yakni teologi kovenan keselamatan Pantekosta berlandaskan Alkitab. Seperti yang ada dalam isi Pengakuan Iman, seperti diajarkan oleh Bapa dan Ibu Gereja Pantekosta – sengaja saya sebut demikian dalam melawan nuansa “misoginisme” Bapa-Bapa Gereja yang hanya selalu disebut the Fathers – ketika ada zeitgeist, (bahasa Jerman maksudnya semangat zaman yang menentukan dari periode sejarah tertentu seperti yang ditunjukkan oleh ide-ide dan kepercayaan pada waktu itu) yang jelimet. Dengan itu diharapkan supaya orang GPdI mengenal jati diri sendiri tanpa abai atas sejarah sosial pada masa Bapa dan Ibu Gereja Pantekosta hidup dan merintis pelayanan Pinkstergemeente (hal ini sudah saya jelaskan di majalah ini edisi 1, tahun 2023 halaman 5-14), tetapi terlebih lagi dari sisi isi teologi yang dihidupi sebagai doktrin gereja.
Untuk itu, tentu saja terlebih dahulu harus dipahami apa saja yang telah membentuk jati diri tersebut. Ada peristiwa apa dahulu di masyarakat sekitar baik itu di Eropa, Amerika, dan juga Indonesia (dulu: Hindia Belanda). Sebagai informasi, sumber-sumber tulisan di sini sengaja diambil dari tokoh awal Pantekosta, sedangkan sumber tulisan dari Bapa dan Ibu Gereja Pantekosta orang Indonesia juga banyak saya pakai tetapi untuk menulis buku tebal (sedang proses terbit) “PANTEKOSTALISME MODE BERAGAMA: Keselamatan Dapat Hilang, dan Sejarah Sosial Soteriologi GPdI”
Ketika Membaca Teologi
Mohon dicamkan. Ketika membaca kata “teologi” maka kita tidak perlu langsung anti. Proses berteologi itu selalu dikerjakan secara gradual. Pertama, mulai dari Alkitab sebagai dasar yang terkuat untuk menjadi sumber ajaran atau doktrin Kristen yang ditempuh dalam persekolahan berpadu padan dengan pengalaman di pelayanan. Kedua, penggunaan berbagai macam alat-alat maupun metode dalam menggali dan membaca isi Alkitab supaya ada pemahaman Iman Kristen yang kuat. Ketiga, penggalian dan pembacaan Alkitab dengan berbagai metode itulah kemudian ada hasil-hasilnya sebagai bahan-bahan untuk diajarkan. Keempat, mengumpulkan bahan-bahan pengajaran yang dihasilkan dari proses ketiga tadi ke dalam dua hal.
Mengumpulkan bahan-bahan pengajaran
Apakah itu pertema dalam tema-tematis misalnya ajaran tentang Yesus, pertobatan, Allah, Roh Kudus, eskatologi, soteriologi dan teman-teman logi lainnya; apakah itu per kitab isi ajaran Kristen sesuai dengan Alkitab Perjanjian Lama (PL) misalnya pendalaman Alkitab belajar dari 5 kitab Musa, Yosua, Mazmur dan isi ajaran Kristen lain dari kitab-kitab PL seperti Yesaya, Maleakhi dan seterusnya, dan atau apakah itu isi ajaran Kristen sesuai dengan teologi dari Alkitab berdasarkan kitab atau surat dalam Perjanjian Baru (PB) misalnya empat Injil Sinoptis yakni Matius, Markus, Lukas, Yohanes; Roma, Wahyu sebagai contoh. Kelima, pengajaran seluruh isi teologi secara biblikatif dalam satu rangkaian yang seringkali sesuai dengan urutan waktu, ruang, dan zaman Alkitab sesuai penafsiran Alkitab yang benar pula. Keenam, mensistematisasi bangunan dogmatika gereja (misalnya berbahasa Roh, wajib memberi persepuluhan) sesuai dengan tradisi dan mufakat dan musyawarah bersama masing-masing sesuai sinode maupun merek gereja yang kemudian diajarkan gereja lokal ke jemaat.
Sebagai Kelengkapan
Sebagai kelengkapan yang tak terpisahkan dari proses berteologi, kita harus mengingat sedikitnya ada empat unsur utama dalam proses berteologi untuk menghasilkan doktrin, yakni Alkitab; tradisi atau kebiasaan gereja yang menjadi kesepakatan dan kesepahaman lewat permufakatan dan permusyawaratan; rasionalitas nalar, otak, akal dan emosi yang sehat berpadu dengan motivasi yang tulus; iman dalam pengertian ajaran Alkitab yang diajarkan atau dialami sepanjang hidup. Jelas sekali, Alkitab, tradisi, otak, iman, pengalaman wajib disumbangkan sebagai kelengkapan vital dalam proses berteologi.
GPdI Secara Institusional
Kiranya GPdI secara institusional, regional, gereja lokal maupun personal hamba Tuhan yang tengah menapaki “Dua Abad” (tepatnya 117 tahun, 1906-2023 sekarang) tidak anti atau cuek atas proses berteologi tersebut. Maka akan salah total jika ada gereja tertentu yang membuat doktrin hanya membaca Alkitab, lalu langsung masuk kepada pengalaman dengan dalih pewahyuan baru, “Tuhan berbicara,” begitu kuatnya Roh itu berbisik ke hati saya,” “saya mengalami damai sejahtera,” yang mana lalu kemudian serta-merta membangun dogma atau pengajaran sendiri tanpa melewati proses berteologi. Satu proses yang tujuannya sangat mulia yakni untuk pembangunan iman dan teologi Kristen yang kokoh dan utuh sesuai ayat dan hayat, yaitu penghayatan Alkitab dengan tidak menolak keadaan zaman terkini.
Surat Promes
Kovenan menunjukkan perjanjian yang menetapkan ikatan kekerabatan erat antara dua pihak dengan janji lisan atau ritual disertai dengan bukti fisik. Satu perjanjian menciptakan ikatan kekerabatan yang kuat atau keakraban yang hangat dan dekat antara manusia dengan Kristus lewat darahnya. Seperti diajarkan dalam Galatia 3:15-29, pada umumnya dalam bentuk material “surat wasiat,” hal itu berupa surat sanggup bayar atau biasa juga disebut “surat promes.” Dalam bahasa Inggris disebut juga dengan “a promissory agreement in covenant.” Itu semacam kontrak yang berisikan janji dan hak istimewa secara terinci dari suatu pihak untuk membayarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya. Kabar baiknya adalah bahwa Kristus telah memenuhi dan menepati semua janji untuk memberkati Abraham dan menyelamatkan semua keturunan-Nya bangsa asing sekalipun yang tetap percaya dan beriman hingga detik hayat terakhir. Gagasan mengenai kovenan dan atau perjanjian (kārat bĕrît) memang sangat luas dikenal dalam teologi Kristen.
Karat Berit
Apalagi oleh Scott Hahn dan John Bergsma (2015,155-165) kata itu disebutkan sebanyak 289 kali dalam Masoretik teks sebagai satu istilah yang dikenal di masyarakat Ibrani dalam konteks Alkitab (Kej 9:13-16, 15:7-21, 17:10, 31:43-54; Kel 19:5, 24:8; Im 26:9; Ul 12-26; Maz 2:7; 89:26-28), olehnya bangsa Israel selamanya menganggap dirinya sebagai satu komunitas yang mengadakan perjanjian dengan Allah. Kovenan dalam gagasan perjanjian yang lahir dari pemaknaan bĕrît yang awal dan asali dalam kesejarahan Israel menjadikan mereka sebagai bangsa yang istimewa, khusus sebagai umat pilihan Tuhan sendiri seperti dimaksudkan oleh Alkitab. Bĕrît ialah kovenan dan atau perjanjian antara Allah dan Israel. Mudahnya, Saat itu, Allah (maksudnya ialah ALLAH YHVH – YEHOVÂH) ialah satu-satunya yang benar (di antara banyak tuhan) sebagai Tuhan sesembahan bangsa Israel dan bangsa Israel harus tunduk, patuh, hormat (sering juga dibahasakan dengan “takut akan Tuhan” seperti Amsal 1:7
Berit Ialah Kovenan
Permulaan pengetahuan atau pengenalan akan ALLAH satu satunya yang benar) secara total sebagai umat kepunyaan Allah. Simpelnya, bĕrît dalam pemaknaan kovenan, perjanjian baru ialah keajaiban-keajaiban pengampunan dan penebusan segala jenis dosa manusia oleh darah perjanjian yang kekal oleh Yesus Kristus Tuhan kita di salib Golgota (miracles at Calvary) seperti Firman Tuhan dalam Ibrani 13:20 menjadikan setiap orang yang mengimani, mempercayai dan tunduk sepanjang hidupnya mendapatkan bĕrît baru. Oleh darah Yesus, kita orang-orang percaya dari bangsa manapun non Israel (sebagai tunas liar) mendapatkan anugerah. Maka dengan kata “hanya oleh anugerah”, maka artinya yang wajib dipahami tuntas ialah keselamatan tanpa bersyarat atau tanpa pamrih sama sekali kita benar-benar dapat menjadi umat Allah yang berkuasa atas seluruh kehidupan kita. Sementara itu, kita benar-benar bisa menjadi umat kepunyaan Allah. Darah Yesus menjadikan bĕrît baru di mana ALLAH Alkitab yang menjadi Tuhan bagi siapa saja.
Darah Yesus Menjadikan Berit
Dalam sakramen perjamuan kudus, bĕrît baru itu selalu kita ucapkan bersama (saya namai dengan “konfesi baru sebagai kovenan Pantekostalisme”) biasanya setiap ibadah awal bulan. Itu terjadi secara komunal dan kolektif, yakni ketika anggur perjamuan kudus kita angkat di tangan: “cawan ini, darah Kristus ini adalah perjanjian baru bagi kita” yang dalam pengertian lain yang benar adanya, kita benar-benar telah menjadi umat kepunyaan ALLAH Alkitab oleh darah Yesus, seperti yang diajarkan Alkitab dalam 1 Korintus 11:25, ”Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” Dengan konfesi baru sebagai kovenan Pantekostalisme tersebut kita menjadi ikut sebagai bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, namun diamanatkan tanggung jawab untuk memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kita keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib tepat seperti 1 Petrus 2:9.
Lebih Sederhana
Untuk lebih sederhana saja. Keselamatan dalam pandangan GPdI, manusia diberi amanah untuk bertanggung jawab penuh atas bagiannya dalam kovenan keselamatan dengan Allah, satu tanggung jawab yang tidak terpisahkan dengan komitmen dibaratkan seperti orang yang berjuang dalam peperangan untuk melawan musuh dan raja-rajanya di negeri masing-masing misalnya ada sebanyak 31 raja-raja negeri yang dikalahkan oleh orang Israel dan yang negerinya diduduki mereka di seberang Yordan, ketika dalam perjalanan menuju tanah Kanaan (Yosua 12:1-24), padahal, tanah itu telah dijanjikan menjadi milik kepunyaan selamanya sejak orang Israel diperbudak di Mesir. Cuman, seluruh peperangan itu dimenangkan hanya bukan karena kehebatan Yosua sebagai pemimpin mereka dan juga bukan oleh banyaknya laki-laki orang Israel yang sanggup berperang, tetapi memang oleh karena Tuhan sendiri yang hadir dalam wujud seorang laki-laki yakni Panglima Bala Tentara Tuhan tepat seperti fakta Alkitab dalam Yosua 5:1-15 (Rev. Richard van Klaveren, 1940,1).
Manusia Diposisikan Memiliki Martabat
Dalam status anak bahkan manusia kovenan yang diinisasi oleh Allah yang melekat dalam iman sebagai anugerah Tuhan. Sehingga tentu saja tidak ada syarat. Kelekatan itu ada dalam seluruh kesadaran kita sebagai Kristen yang telah beriman maka sebagai manusia yang merdeka dan baru karena telah mengalami penebusan darah Yesus di kayu salib. Hal itu seperti dajarkan Firman Tuhan dalam Kejadian 15:18; 17:7-9; Keluaran 24:3-11; Bilangan 18:19; Mazmur 89:3-18; Yeremia 31:31-34, 33:20-26; Yehezkiel 37:26; Lukas 1:72; Roma 9:4-5,8; Galatia 3:16-17. Maka sudahlah sewajarnya ada komitmen dan tanggung jawab orang beriman kepada Kristus dalam kovenan. Apalagi jika mencermati inti utama dari seluruh isi surat 1 dan 2 Timotius, keduanya menekankan (menunaikan, memenuhi) ada tanggung jawab kita sebagai manusia hingga selesai atas panggilan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman, agar supaya iman kita tetap bertumbuh dalam ajaran sehat hingga akhir hayat.
Jangankan Keselamatan Yang Tidak Kelihatan
“Tapi, keselamatan GPdI kok masih bisa hilang?” ibarat pertanyaan dari 3 aliran lain di luar Pantekosta dalam Debat Akademik Jaminan Kekal 4 Pandangan, 10 Agustus 2020 via zoom. Dengan enteng dan merasa tak berdosa, maaf cakap. “jangankan keselamatan yang tidak kelihatan, perawan gadis yang digembok pake celana jins ketat dibawa-bawa pergi saja masih bisa ilang,”. Jawabku yang terilhami oleh Pengakuan Iman GPdI dalam butir ke-7. Kami percaya keselamatan orang berdosa, roh, jiwa dan tubuh, karena anugerah oleh iman dan karya salib Kristus. Dan semua orang tebusan-Nya harus mempertahankan keselamatan, kekudusan, kesetiaan dan bila tidak memeliharanya keselamatan itu dapat hilang. Harus diakui tafsir terhadap ayat-ayat Alkitab tersebut, apalagi pada kata “dapat” hilang adalah sesuatu yang terbuka untuk diperdebatkan sepanjang sejarah gereja hingga masa tak terhingga.
Secara Lengkap
Ringkasnya, “dapat” hilang maksud sederhananya ialah apabila tidak mempertahankan dan memelihara iman hingga akhir hayat. Tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan Allah. Secara lengkap seseorang dan atau semua orang berdosa. Yang telah ditebus oleh karya salib Kristus memperoleh keselamatan hanya karena anugerah dan oleh iman. Seseorang dan atau semua orang tersebut harus mempertahankan dan memelihara keselamatan, kekudusan, kesetiaan dan iman. Bila tidak memeliharanya hingga akhir hayat tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan Allah. Artinya, tidak semua orang yang menerima keselamatan, mendapat bagian dalam kerajaan Allah. Seperti tertulis dalam 1 Timotius 4:10.
Tidak Semua Orang Menerima Keselamatan
Bahwa benar adanya Yesus adalah Allah yang hidup. (Kristus Yesus telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia – 1 Timotius 2:5-6). Juruselamat semua manusia tetapi terutama hanya untuk mereka yang percaya. Jangan disangkali Firman Tuhan dalam 1 Timotius 1:18-20. Bahwa memang ada orang yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni. Namun kemudian telah menolak hati nuraninya yang murni itu. Dan karena itu kandaslah iman mereka. (bahkan ada juga orang yang tersesat mengikuti Iblis – 1 Timotius 5:15). Juga, dalam 1 Timotius 4:1-2,6 tertulis, tetapi Roh Kudus dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian. Ada orang bahkan sebelumnya menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik. Terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah diterimanya namun kemudian murtad. Lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan oleh tipu daya pendusta-pendusta hati nuraninya.
Orang Pantekosta Haruslah Menjadi Teladan
Karena itu orang Pantekosta haruslah menjadi teladan bagi orang-orang percaya. Dalam perkataan, dalam tingkah laku, dalam kasih, dalam kesetiaan, dan dalam kesucian, bertekun dalam membelajari Firman Tuhan. Jangan lalai memperhatikan semua itu, hidup di dalamnya, mengawasi diri sendiri dan mengawasi ajaran, bertekun dalam semuanya itu. Karena dengan berbuat demikian akan menyelamatkan diri dan semua orang yang mendengar (1 Timotius 4:12-16). Hal itu akan dijelaskan lebih rinci dalam artikel ini. Dengan cara menggali lebih dalam akar teologi GPdI utamanya terkait dengan doktrin keselamatan. Yang kemudian dirumahkan secara akademik ilmiah ke dalam Pantekostalisme. Isme di sini bukan hal-hal duniawi semata atau filsafat karangan manusia. Tetapi segala hal yang terkait dengan GPdI yang telah melewati kemandirian kita. Dalam proses berteologi agar tidak dipandang enteng oleh orang lain.
Pantekostalisme Ialah
Pantekostalisme ialah rumah akademik yang lebih mudah diingat dari apa yang dahulu dikenal luas di Hindia Belanda. Dengan “Injil Sepenuh dalam Kuasa Pantekosta,”. Di dalamnya, yakni teologi kovenan (dalam tulisan ini kadang akan disebut perjanjian atau persetujuan). Jelas-jelas tidak hasil tukang-tukangan sendiri agar terlihat lebih jagoan sendiri. Apapun kelemahan dan kelebihan penjelasan di sini. Jangan abaikan bahwa pendasarannya secara terang-benderang dibangun atas hasil telaah dari Alkitab. Dan cergas membaca tulisan Bapa dan Ibu Gereja Pantekosta itu sendiri sebagai sumber primer. (bersambung..)